Sejarah Pesantren di Indonesia
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mana Kyai sebagai sentral figur, masjid sebagai sentral kegiatan, dan Santri sebagai subjek dan objek pendidikannya. Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu.
Informasi mengenai berdirinya lembaga pendidikan pesantren ini sangatlah minim sehingga menimbulkan banyak spekulasi dari para ahli.
Pendapat pertama, ada yang berpendapat bahwa pesantren merupakan lembaga yang sudah ada sejak masa pra-Islam. Pesantren lebih mirip lembaga pendidikan agama Hindu dari pada lembaga pendidikan Islam.
Menurut Sutejo Brodjonegara dalam bukunya “Sedjarah Pendidikan Indonesia” yang diterbitkan pada 1956, sistem pendidikan pesantren aslinya bukan berasal dari Arab, tetapi dari India.
Seorang peneliti dari Belanda, I.J. Brugmans melakukan penelitian tentang asal-usul berdirinya pesantren ini dan telah sampai pada kesimpulan bahwa lembaga pendidikan Islam ini secara tipikal dipengaruhi oleh lembaga pendidikan Hindu yang berasal dari India. menurutnya pesantren sudah ada sebelum masuknya Islam ke Indonesia. Pendapatnya tersebut berdasarkan pada fakta bahwa di negara-negara Islam lain tidak ditemukan lembaga pendidikan seperti pesantren di Indonesia
Melalui survei Belanda pertama di Jawa tahun 1819 mengenai 'sistem pendidikan pribumi' terkesan bahwa sistem pendidikan pesantren belum ada di seluruh pulau Jawa. Hanya saja ditemukan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mirip dengan pesantren di Priangan, Pekalongan, Rembang, Kedu, Surabaya, Madiun, dan Ponorogo. Dari survei Belanda tersebut dapat diketahui bahwa sistem pendidikan pesantren yang ada ketika itu masih dalam bentuk yang sederhana. Bahkan di daerah lain di pulau Jawa hanya ditemukan sistem pendidikan informal yang diajarkan di rumah-rumah dan masjid.
Walaupun tidak ditemukan bukti sejarah yang jelas mengenai adanya pesantren sebelum berdirinya pesantren Tegalsari, tidak berarti tidak ada santri yang memperdalam agama Islam pada seorang pemuka agama. Raja pertama Ternate yang beragama Islam, Zainal Abidin, diketahui belajar agama Islam di Giri kepada Prabu Satmata, yang disebut sebagai raja ulama pertama Giri (Sumber : Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta : PT Balai Pustaka.)
Pendapat yang kedua, pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tarekat. Pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat.
Hal ini ditandai oleh terbentuknya kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan zikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat yang disebut Kiai itu mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama, sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah-ibadah dibawah bimbingan Kiai.
Untuk keperluan suluk ini para Kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat-tempat khusus yang terdapat di kiri kanan masjid. Disamping mengajarkan amalan-amalan tarekat, para pengikut itu juga diajarkan agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuaan agama Islam. Aktifitas yang dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian. Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga Pesantren.
Asal Mula Kata Pondok dan Pesantren
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau.. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan.
Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Baca Juga
Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.
Jenis Pesantren
Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren Salaf dan pesantren Modern, pesantren Salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan Pendidikan Agama sedangkan Pesantren Modern menggunakan system pengajaran pendidikan umum atau Kurikulum.
Pesantren salafi
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.
Pesantren modern
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya) (cat. penulis: Di Gontor dikenal dengan istilah 100% pelajaran agama dan 100% pelajaran umum) Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.
Pesantren Induk
Terdapat pula suatu pondok pesantren induk yang mempunyai cabang di daerah lain, dan biasanya dikelola oleh alumni pondok pesantren induk tersebut. Sebagai contoh, Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur mempunyai cabang pondok alumi, antara lain: Pondok Modern Arrisalah di Slahung, yang dipimpin oleh KH Ma'sum Yusuf, Pondok Modern Assalam Sukabumi di Sukabumi Jawa Barat yang dipimpin oleh K.Badrusyamsi, M.Pd, dll
Baca Juga
Perkembangan Pesantren di Indonesia
Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke 16. Pesantren-pesantren besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fikih, teologi dan tasawuf. Pesantren ini kemudian menjadi pusat-pusat penyiaran Islam seperti; Syamsu Huda di Jembrana (Bali), Tebu Ireng di Jombang, Al Kariyah di Banten, Tengku Haji Hasan di Aceh, Tanjung Singgayang di Medan, Nahdatul Watan di Lombok, Asadiyah di Wajo (Sulawesi) dan Syekh Muhamad Arsyad Al-Banjar di Matapawa (Kalimantan Selatan) dan banyak lainnya.
Tokoh nasional dari Pesantren
Beberapa alumnus pesantren juga telah berkiprah di pentas nasional, yang terkenal antara lain:
- Dr. Hidayat Nurwahid (mantan Ketua MPR RI),
- KH. Hasyim Muzadi (Ketua PB Nahdlatul Ulama),
- Prof. Nurkholish Madjid mantan (Rektor Universitas Paramadina),
- Dr. Din Syamsuddin (Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
- KH. Abdurrahman Wahid, salah seorang kyai yang terkenal, adalah mantan Presiden Republik Indonesia. Ia adalah putra KH. Wahid Hasyim, seorang kyai yang juga tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah dua kali menjabat Menteri Agama di Indonesia. Sementara kakeknya adalah KH. Hasyim Asy'ari, seorang pahlawan nasional Indonesia dan pendiri Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.
- KH. M Thohir Besyari (Pendiri YPP Darussalam Mekar Agung Kepuhbeluk Pucanganom Kebonsari Madiun Jatim
Semoga bermanfaat (RiM, dari berbagai sumber)
Comments
Post a Comment