Pola Pendidikan Gontor Menjadi Bekal Saat Memasuki Dunia Kedokteran, Kisah Inspiratif dr. Muhammad Fauzy (Kepala Rumas Sakit Salsabila Husada Malang)
Perjalanan keluar kota pakai motor kemarin lumayan menguras energi. Biasanya pagi-pagi gampang mencari ide-ide untuk menulis, tapi pagi ini sama sekali hampir tidak ada ide. Tapi iseng-iseng browsing ketemu tulisan seseorang, bukan alumni Gontor, tapi dia berniat jika memiliki anak, katanya akan disekolahkan ke Gontor. Salah satu inspirasinya yaitu dr. Muhammad Fauzi, tetangganya, Pimpinan Rumah Sakit Salsabila Husada di Kabupaten Malang. Katanya, dokter itu “produk” Gontor.
Wah, dokter “produk” Gontor!😱 Penasaran! Ini bagus buat inspirasi menulis. Langsung saya googling nama beliau. Ketemu banyak dokter dengan nama itu. Tapi ada satu yang berdomisili di Malang. Dan ada nomor telponnya! Langsung saya hubungi, ada nada dering tapi tidak diangkat... mungkin sibuk. Tidak berselang 1 menit telpon berdering, dari nomor yang sama. Beliau menelepon! Waduh ...
Baca Juga
“Assalamu’alaikum..”terdengar di speaker handphone suara seorang bapak, suara khas dokter (hihihi emang suara dokter beda ..?😃)
“Wa’alaikumussalam, eh .. maaf, dengan Bapak Dokter Fauzi?, eh maaf Dok, saya Rahmad, wali santri Gontor, saya juga blogger, biasa menulis kisah-kisah untuk inspirasi dan motivasi walsan-walsan Gontor, jika diizinkan dan Dokter berkenan, saya ingin menulis tentang Dokter boleh?’ tanya saya sedikit gugup.
“Oh ya silahkan, ga apa-apa”, katanya ramah. Tadinya saya fikir saya disuruh menelepon lagi jika ada waktu luang, sebab Beliau sendiri masih membuka praktek. Tapi jawabannya membuat saya senang.
Tapi saya yakin waktu Beliau sempit, jadi langsung saya tanya beliau ke pokok tema. Kurang lebih waktu yang pendek itu saya menangkap kisah beliau sebagai berikut:
Awal mula masuk Gontor, dia “sedikit” dipaksa orang tuanya. Jadi bukan keinginan sendiri. Karena ingin berbakti beliau ikut anjuran orangtuanya. Masuk Gontor tahun 1968 (Senior sekali ya?). Saat itu, kata beliau, bersaatan dengan Bapak Hamid Fahmi Zarkasyi (putra ke 9 pendiri Gontor, kini Wakil Rektor UNIDA), Bapak Dien Syamsuddin (tokoh bangsa) dan beberapa yang saya tidak menangkap jelas tadi di pembicaraan telpon.
Beliau dan angkatannya adalah generasi yang beruntung yang masih mengalami dididik langsung oleh Trimurti, minus Kyai Fananie yang terlebih dahulu wafat. Suatu kebanggaan dan kebahagiaan sebagai bagian dari keluarga besar Gontor.
Namun Beliau, dr. Muhammad Fauzi, tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di Gontor, karena suatu dan lain hal. Beliau terhenti saat kelas 4, sekitar tahun 1972. Tapi Beliau mengakui bekal pendidikan di Gontor lah yang kemudian membuat alur kehidupan hingga seperti ini. Pola belajar, didikan kedisiplinan, etos kerja dan warisan-warisan berharga didikan ala Gontor lainnya yang kental melekat dalam perjuangannya berikutnya.
Terbukti, tidak sedikit santri Gontor yang walau kemudian terputus sehingga tidak dapat menyelesaikan pendidikannya, tapi jika jiwa Gontory telah merasuk dalam kehidupannya, banyak melahirkan buah perjuangan yang manis.
Salah satu yang tadi beliau sampaikan, salah satu kebiasaan di Gontor yang juga diterapkannya termasuk saat kuliah di kedokteran yaitu: tidak akan mandi sebelum suatu materi hafalan hari itu terhapal. Hahaha, sudah terbayang bagaimana usahanya..
Selanjutnya, tahun 1978 Beliau memasuki pendidikan kedokteran, lulus tahun 1985. Setelah lulus sempat bekerja di PTP 26, kemudian keluar dan bergabung menjadi Pegawai Negeri. Sempat mengepalai sebuah Puskesmas. Kemudian ditempatkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
Karena etos kerja yang unggul, beliau memiliki karir yang terus menanjak: mulai kepala seksi, kemudian kepala bidang, hingga menjadi Kepala Dinas Kesehatan. Kemudian karis tersebut mengantarkan Beliau menduduki Assisten Sekretaris Daerah Bidang Keuangan. Saat ini pun Beliau masih membuka Praktek dikediamannya di daerah Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Baca Juga
Masya Allah, waktu ngobrol sedikit tapi cukup memberi kesan mendalam.
Terbukti, tidak sedikit santri Gontor yang walau kemudian terputus sehingga tidak dapat menyelesaikan pendidikannya, tapi jika jiwa Gontory telah merasuk dalam kehidupannya, banyak melahirkan buah perjuangan yang manis. Satu contoh yang saat ini umum dikenal yaitu EmHa Ainun Najib dan kini bertambah lagi dengan saya mengenal dr. Muhammad Fauzy.
Terima kasih atas waktu berharganya Dok. Jika jalan hidup menyempatkan diri berkunjung ke Malang, ingin rasanya bertemu. Semoga semakin banyak inspirasi yang bisa memotivasi kami, para walsantor.
Semoga bermanfaat. (RiM)
Comments
Post a Comment