Kekhalifahan Umar bin Khattab Sebagai Monumen Banyak Tonggak Besar Sejarah Peradaban Islam


Semasa sepeninggalan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, kepemimpinan islam diserahkan dalam suatu mekanisme tertentu secara berturut-turut kepada empat sahabat utama. Keempat sahabat utama ini diyakini memiliki keutamaan dan kelebihan pada masing-masing periodenya karena mereka juga diyakini sebagai pemimpin-pemimpin sholeh yang mendapat petunjuk (Khulafur Rosyidin). Keempat sahabat utama itu yaitu Abu Bakar ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib (radhiallahu ‘anhum ajma’iin).

Para ahli sejarah, baik dari kalangan Islam ataupun peneliti sejarah non islam (orientalis) telah banyak menorehkan tinta, mencatat sepak terjang, menganalisis, menuliskan biografi dan semacamnya tentang 4 kekhalifahan awal ini. Dan semua bisa diakses sebagai pemuas keingintahuan semua kalangan dalam memahami keunikan, keagungan dan keutamaan masing-masing khulafur rosyidin tersebut.

Tapi kali ini yang akan disoroti secara khusus yaitu tentang kepemimpinan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Tanpa bermaksud membesarkan yang satu dan mengecilkan yang lainnya, karena masing-masing memang mempunyai keutamaan, keunikan dan keunggulan. Tapi kepemimpinan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu sangat menarik banyak minat peneliti dari berbagai bidang ilmu: Kepemimpinan, Kemiliteran, Karakter, Keuangan, Inovasi, dan masih banyak lagi. Dan masing-masing sorotan ini dapat dibukukan dengan ratusan halaman dengan berbagai Analisa, studi banding bercampur dengan kekaguman, walau ada tidak menutup kemungkinan ada sedikit kritik dari para peneliti sejarah.

Dari segi kepemimpinan tidak ada yang meragukan kapasitas Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Wataknya yang tegas, konsisten dan jujur menjadikan sosok pemimpim idaman setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Di masa beliaulah julukan Amirul Mukminin pertama kali disandangkan pada seorang khalifah. Salah satu kisah monumental dalam kepemimpinan Umar ini yang secara dalam tertanam kekaguman yaitu rasa empatinya yang sangat besar pada orang-orang yang dipimpinnya. Bahkan dikisahkan bahwa beliau pernah terlihat kurus dan bermuka cekung karena menahan makan disebabkan rakyatnya sedang mengalami kelaparan, atau kisah beliau memanggul sendiri bahan makanan karena beliau mendapati ada rakyatnya yang sampai menanak batu untuk menenangkan anaknya yang menangis kelaparan. Rasa bersalah yang mendalam karena takut akan pertanggungjawaban kepada Allah atas kepemimpinannyalah yang membuatnya rela memanggul sekarung makanan untuk diberikan pada rakyatnya.



Dalam kemiliteran, dalam masa Beliaulah pemerintahan Islam memiliki kekuatan militer yang dahsyat. Bahkan negeri padang pasir itu memiliki kekuatan armada laut yang sangat disegani. Pengaruh dan wilayah islam meluas sangat berarti saat dalam masa kepemimpinannya. Dua negara super power saat itu, Romawi dan Persia, menjadi dan bertekuk lutut dengan kekuatan militer kekhalifahan Umar radhiallahu ‘anhu. Karena, dan juga perlu digaris bawahi, pasukan militer Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu membebaskan banyak negeri dari cengkraman dua negara imperialis ini, kemudian kepemimpinan negara yang dibebaskan itu diserahkan kembali kepada penduduk pribumi dengan syarat tidak menghalangi da’wah islam, yang bahkan sesungguhnya penduduk-penduduk wilayah-wilayah yang dibebaskan itu dengan sukarela kemudian memeluk islam (suatu hal yang sering dibelokkan fakta sejarahnya oleh para orientalis bahwa pasukan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu telah melakukan penjajahan dan pemaksaan agama).


Dalam segi karakter, Umar bin Khattab dikenal memiliki karakter yang hampir sulit diikuti dan ditiru oleh orang-orang setelahnya. Bahkan khusus karakter ini menjadi bahan studi yang tidak ada habisnya dibahas dalam berbagai kajian baik oleh muslim maupu non muslim. Keras dalam ketegasan, jujur, tawadhu (low profile), cerdas, adil, berwawasan, hati-hati dan masih banyak lainnya. Bahkan sejarah mencatat salah satu ketegasan dan keadilan yang beliau terapkan pada salah satu anggota keluarganya yang menjadi pejabat kemudian terdakwa memiliki kesalahan, kemudian dipenjara bahkan hingga meninggal dalam penjara itu. Menenggarai itu sebagai rasa turut belasungkawa, para sahabatnya menyarankan agar Umar mengangkat anggota keluarganya yang lain untuk menggantikan anggota keluarganya yang meninggal itu. Tapi dengan tegas Beliau menolak. Beliau hanya mengangkat pejabat yang memiliki integritas dan amanah.


Dalam segi keuangan, masa kepemimpinan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu tercatat sebagai yang pertama mewajibkan bagi para calon-calon pejabat memberikan catatan keuangan hartanya sebelum menjabat dan memberi laporan setelah menjabat. Dan dia mengembangkan dan menyempurnakan sistem Baitul Mal yang telah ada sejak kepemimpinan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu menjadi lebih berperan dalam pengaturan keuangan negara.




Dalam segi inovasi, sejarah mencatat bahwa pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab lah (radhiallahu ‘anhu) ide kodifikasi atau pembukuan al Qur’an dimulai. Dengan pertimbangan keilmuwannya juga, Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu mulai memasyarakatkan pakem sholat qiyamur Romadhon sejumlah 23 rakaat dengan berjamaah di masjid, dan inovasi-inovasi yang lain. Peranannya dalam ijtihad dalam penegakan hukum, ibadah dan sosial dan lain-lain memiliki pengaruh yang kuat bagi sejarah peradaban islam.

Dan masih banyak lagi monument-monumen yang tercipta dan tertonggok dalam kebesaran dalam kepemimpinan Umar bin khattab yang sudah sepantasnya tidak akan cukup dibuat hanya dalam sebuah artikel. Tetapi segi-segi kepemimpinan, keuangan, kemiliteran, karakter dan inovasi lah memang paling banyak disorot sebagai suatu kekaguman dan profil yang dirindukan sebagai pemimpin ideal setelah kepemimpinan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Maka pantaslah keutamaan Umar bin Khattab memiliki keunggulan karena diisyaratkan dalam suatu hadist, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Seandainya setelahku akan ada lagi nabi, nabi itu adalah Umar Ibn Khathtab." (HR. Ahmad, Al- Tirmidzi, Al Tabroni dan Al-Hakim. Al-Albani menilai hadis ini hasan dalam Shahih Al Jami', 5160)
Wallahu a’lam (RiM)

Comments