Kisah Suatu Misteri Ketidakbetahan di Gontor: Kisah Nyata

Gambar ilustrasi dari Google.com



Pernah mendengar nasehat seorang Ustadz di Gontor seperti ini?:

“Jika merasa tidak betah, cobalah untuk bertahan di Gontor selama seminggu. Jika masih tidak betah, cobalah sebulan. Jika masih tidak betah juga, cobalah untuk terus bertahan selama setahun. Kalau belum betah, cobalah dua tahun dan seterusnya hingga menjadi alumni. Kalau masih belum betah setelah menjadi alumni, barulah kamu boleh pulang.”
Kedengarannya memang seperti lelucon, tapi inilah yang terjadi.

Anak saya memiliki 2 sahabat dekat yang sudah berteman dari kelas 1. Sebut saja namanya A dan F. Salah satu sahabat ini, si F, dari kelas satu selalu menyatakan akan pulang. Tidak mau melanjutkan studinya di Gontor. Anak ini  sebenarnya pintar, dia selalu menulis di buku tentang curhatannya ingin pulang. Tulisannya bernas dan berisi (koq tau? hehehe jawabannya tinggal lanjut baca aja). Dia bahkan sengaja ga serius belajar. Tapi dasar pintar nilainya masih lumayan bagus.

Pas liburan semester pertama, F sudah menyatakan ga akan pulang lagi ke pondok. Mereka, 3 sahabat ini, sudah saling menyampaikan salam perpisahan. Tapi ... saatnya santri mulai masuk pondok, ternyata 2 sahabat ini menemukan F kembali lagi ke Pondok 😁. Maka berlanjutlah persahabatan mereka. Tapi F masih bersikukuh akan pulang. Curhat di buku pun berlanjut.

Maka tibalah saat liburan akhir tahun. F kembali menyatakan salam perpisahan. Untuk menunjukkan keseriusan, F membagi-bagikan barang-barangnya. Ada buku, baju, jas, jam dan hampir semuanya. Dan salah satu yang didapat anak saya: buku curhatnya F!.

Anak saya dan A sudah merasa yakin F kali ini serius, mereka bersiap kehilangan sahabat dekat.

F ini, menurut anak saya misterius. Dia ga pernah memberi nomor kontak, atau sekedar memberitahu nama akun facebooknya. Maka saat liburan mereka benar-benar hilang kontak. Tapi anak saya yang katanya punya otak detektif 😁 berusaha mencari dan menelusuri kemungkinan akun FBnya F. Dan ketemu! F lagi di Tibet!! F memang pernah mengatakan akan ke Tibet untuk urusan terapi buat dirinya. Dan sepertinya memang F berniat tidak kembali.

Saat kembali ke Pondok, mereka naik kelas 2. Dan ternyata kelas mereka sekarang beda. Tapi persahabatan mereka masih erat. Disaat saat-saat toleransi kedatangan pendaftaran ulang hampir habis, 2 sahabat ini tidak menemukan F. Mereka sudah hampir membuat kesimpulan bahwa F benar-benar tidak kembali ke Pondok. Mereka berjalan diam menatap tanah. Mungkin sedih karena sahabat itu kadang memang lebih dekat dari persaudaraan.

Sebelum kata terucap, saat salah satu dari mereka melihat ke depan ada sosok yang sangat mereka kenal. F!!. Ya F ada di sana. Mereka bergegas mendatangi F. Persahabatan, canda, saling sindir, diskusi itu akhirnya hadir lagi.

Kelas 2 F sudah berkurang keinginannya untuk pulang selamanya tapi masih ada keinginan itu. Kali ini anak saya dan A sudah tidak menganggap itu. Sudah dicuekin. Dan memang F kembali lagi ke Pondok.

Saat kelas-kelas berikutnya, anak saya cerita bahwa F ini memang sedikit aneh. Sekarang sikapnya berubah 180 derajat! Dia ingin mengabdikan hidupnya buat Gontor!!

F malah sekarang semangat. Katanya, seandainya pun dia nanti menekuni bidang yang belum terakomodasi Pondok (F sangat ingin menjadi ahli Fisika), seandainya pun dia belajar hingga tinggi diluar negeri, dia meyakini dirinya untuk kemudian kembali ke pondok dan mengabdi.

Masya Allah, "sihir" apa yang dimiliki Gontor sehingga bisa membuat perubahan drastis!?.


Cinta itu memang misteri. Kecintaan ke tempat yang sudah mendidiknya adalah salah satu kecintaan mulia. Insya Allah

Comments

Popular Posts